Sunyi tanpa Nadamu

Ditepian padang luas aku berdiri,
Sunyi ,
sepi ,
Menikam hati dan sanubari.

Dari semalam ,
Hingga kehari ini,
Puas aku menantimu,
Muncul dalam skrin dan mimpi.

Yang hadir,
cuma kata-kata ringkas,
Mengatakan dirimu sejahtera,
Menyuruh aku jangan derita.

Wahai sandaran jiwa,
Kenapa aku mula merasa,
Sesuatu yang luar biasa,
Lara mula mencengkam jiwa,
Saat dirimu tiada.

Wahai tuhan,
beri aku kekuatan ,
beri aku ketelusan ,
Menyintai seseorang,
Disaat akhir usia.

Wahai derita,
Berlalulah dari diriku,
Pergi aku tak mahu,
Pergi...
Pergi dari sisi,
Pergi dari diri ini,
Pergi....

Wahai Kenangan indah,
Menjelmalah dalam diri,
Ayuh hadir disisi,
Macam waktu dulu,
Sebulan yang lalu,
Saat kita bersama,
Mula belajar untuk menerima,
Cinta dan air mata.

NK: Sajak ini ditulis pada jam 6.50 petang 23/05/2010. Sebaik pulang dari berjalan-jalan disekeliling umah .Jarang aku keluar pada waktu begini.Kalau bukan kerana aku rindukan dua orang yang wujud dalam hidupku.Pasti aku akan terus menjadi penghuni setia bilik tidurku.Tempat aku mencurah rasa dan lara jiwa.Manalah pergi orang-orang yang aku cintai disaat diriku punya masa untuk melayan.Sayang sekali sering masa kita bercanggah.Saat aku sibuk kerja kau mohon aku melayanmu untuk bual mesra.Bukan aku tak sudi tapi tak puas dengan masa yang singkat. Lima minit tak mampu untuk menghilangkan lara yang di tanggung selama berminggu-minggu.Kesakitan juga sering membataskan masa berbual kita.Aku rindu pada kalian.Aku rindu pada sandaran jiwaku dan kerajaan hatiku.Adakah aku memang ditakdirkan tuhan untuk selalu ditinggalkan.